“Sesungguhnya
keberkahan itu terletak pada anak-anak perempuan, mereka adalah penghias di
saat bahagia, penawar di saat tertimpa musibah, dan perawat di kala susah.”
(Al-Hadits)
Emansipasi
wanita.
Dunia
hari ini tengah disibukkan oleh protes sekelompok wanita yang menyerukan
kesetaraan gender. Mereka melakukan protes, meminta persamaan hak antara wanita
dan pria. Mereka meminta kebebasan dalam berkarir dari sekedar menjadi Ibu
Rumah Tangga dan pelayan suami, seperti menjabat posisi-posisi strategis dalam
pemerintahan, bekerja di pabrik dan lain sebagainya. Intinya, mereka ingin
keluar dari kebiasaan wanita tradisional yang pusat pekerjaannya berada di
rumah – mengatur ekonomi keluarga, mendidik anak, melayani suami, dan
menyiapkan makanan untuk keluarga – menjadi wanita modern (menurut mereka) yang
pusat pekerjaannya berada di luar rumah seperti layaknya kaum pria. “Wanita tidak boleh lagi menjadi burung di dalam sangkar.
Mereka harus dibebaskan dari kurungan rumah-tangga dan ‘penjara-penjara’ lainnya.”
Kira-kira
begitulah keinginan para pengungusung feminisme.
Lebih
parah lagi, muncul sebuah gerakan dengan ideologi Feminisme Radikal pada
pertengahan tahun 1970-an, yang sesuai namanya begitu bersemangat
mengobarkan perjuangan sparatisme kaum perempuan. Bagi mereka, menjadi seorang
istri sama saja dengan hidup sebagai tawanan, sedangkan tinggal bersama suami
dianggap sama dengan Living With The Enemy.
Gerakan
feminisme atau biasa kita kenal dengan emansipasi wanita yang muncul dan lahir
di dunia Barat, pada akhirnya mempengaruhi para wanita di seluruh dunia, tak
terkecuali para muslimah yang hidup di negeri-negeri kaum muslimin termasuk
Indonesia. Para muslimah yang terpengaruh dengan ideologi feminisme, pada
akhirnya juga memaksakan sebuah ide bahwa agam Islam juga bersifat patriarkal,
lebih menguntungkan kaum pria (maskulin) dari pada kaum wanita (feminin).
Pertanyaannya, benarkah Islam lebih mengutamakan kaum pria dan menomor dua-kan
kaum wanita? Bagaimanakah Islam meperlakukan wanita?
Definisi
dan penyebab kemunculannya.
Di
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Feminisme berarti, “Gerakan para wanita
yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria.” Kata
lainnya yang masih berkaitan dengan Feminisme adalah Emansipasi. Emansipasi
Wanita berarti, “Proses pelepasan
diri para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yg rendah, atau dari pengekangan
hukum yang membatasi kemungkinan berkembang dan majunya kaum wanita.”
Melihat
definisi kata “Feminisme”, maka tidak ada yang salah di sana. Jika hak-hak kaum
wanita sebagai manusia dan sebagai wanita terabaikan, maka mereka berhak untuk
menuntut. Mereka berhak untuk mendapatkan keadilan, kenyamanan hidup,
perlindungan, dan pengakuan secara sosial, asalkan apa yang mereka tuntut tidak
keluar dari fitrah mereka sebagai wanita yang diciptakan dengan sifat feminin.
Hanya saja, realitas yang terjadi di dalam praktek kehidupan sehari-hari,
terdapat kecenderungan bahwa emansipasi diinterpretasikan sebagai tuntutan hak
dan kewajiban yang identik dengan laki-laki dalam segala dimensi kehidupan,
tanpa limitasi defferensiasi sedikit pun. Ini yang tidak dibenarkan secara
alami dan secara syar’i, karena antara laki-laki dan wanita memiliki perangkat
yang berbeda.
Berbicara
lebih jauh tentang feminisme, mari kita telusuri apa penyebab lahirnya gerakan
dan ideologi ini. Satu hal yang perlu kita ketahuai, bahwa gerakan feminisme
atau yang biasa kita kenal dengan emansipasi wanita, muncul pertama kali di
Eropa.
Sejarah
sempat mencatat bahwa berbagai tradisi bangsa-bangsa terdahulu membiasakan
penganiayaan terhadap wanita, seperti Persia, Yunani, Romawi, Mesir, Arab
Jahiliyah, dan juga Jerman. Bangsa-bangsa terdahulu memperlakukan wanita-wanita
cantik tak ubahnya seperti barang tak bernyawa. Mereka jadikan wanita-wanita
cantik itu sebagai sesajen dengan cara membakar dan menghanyutkannya
hidup-hidup ke dalam sungai. Ada juga yang menganggap wanita sebagai aib,
seperti tradisi Arab Jahiliyah yang tanpa belas kasihan akan mengubur
hidup-hidup anak mereka yang baru lahir, hanya karena berjenis kelamin
perempuan. Singkatnya, kaum wanita tidak pernah diakui secara layak dalam
kehidupan sosialnya.
Di
Barat, sejak zaman Yunani Kuno, hingga awal abad modern, kedudukan perempuan
tidak pernah dianggap setara dengan laki-laki. Wanita disamakan dengan budak
dan anak-anak, dianggap lemah fisik dan akalnya. Paderi-paderi Gereja menuding
perempuan sebagai pembawa sial dan sumber malapetaka, biang-keladi diusirnya
Adam dari surga. Tercatat beberapa cendekiawan Barat yang mengungkapkan hinaan
terhadap wanita, antara lain: John Damascene, John Chirjsostom, Gregory the
great, antony, bernard, martin luther, dan paus gregorius VII.
Tidak
bisa dipungkiri, protes kaum wanita di Barat dengan gerakan feminismenya adalah
merupakan respon dari kondisi mereka yang tidak pernah mendapatkan hak
kehidupan sosialnya sebagai manusia dan wanita. Aksi emansipasi wanita di Barat
adalah merupakan reaksi atas perlakuan tidak adil yang mereka peroleh dari
lingkungannya yang selalu menguntungkan kaum pria.
Islam
memperlakukan perempuan secara Islami.
Munculnya
gerakan emansipasi wanita di Barat cukup lazim karena kondisi setempat selalu
membatasi gerak dan langkah-langkah kemajuan kaum wanita. Berbeda dengan wanita
yang hidup di dunia Islam, mereka lebih beruntung dan lebih terlindungi
sehingga tidak pernah terjadi mobilitas politik seperti emansipasi wanita di
dunia Barat. Kalau pun ada, itu terjadi karena hegemoni para orientalis yang
ingin merusak umat Islam melalui pemikiran, bukan sebuah respon terhadap
kehidupan yang tidak adil yang mereka dapatkan.
Islam
tidak pernah membeda-bedakan status gender. Perbedaan antara hak
laki-laki dan perempuan itu memang ada, karena mereka memang diciptakan berbeda
satu sama lain. Mereka memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karenanya, wajar
jika ada defferensiasi dalam beberapa hal yang menyangkut hak dan kewajiban. Akan
tetapi, secara substansial, Islam tidak pernah membeda-bedakan antara laki-laki
dan perempuan. perhatikanlah beberapa ayat ini :
Artinya
: “Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun
wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan
mereka tidak dianiaya walau sedikit pun.” (QS. An-Nisa’ : 124)
Artinya
: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan
yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki
dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan
perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan
perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya,
laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan
untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab : 35)
Artinya
: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat :
13)
Ketiga
ayat di atas, menunjukkan bahwa Islam tidak membeda-bedakan status gender.
Baik laki-laki maupun perempuan, memiliki hak yang sama di sisi Allah swt.
Laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam menggapai keridhaan
Allah swt.
Tinta
sejarah juga telah mencatat, bahwa sebelum datangnya Islam di jazirah Arab,
kehidupan sosial wanita tidak lebih dari barang dagangan. Statusnya tidak
berbeda dengan budak. Mereka diperjual belikan. Berpindah dari satu tangan ke
tangan yang lain. Bahkan, memiliki seorang anak perempuan pun menjadi sebuah aib
bagi sang ayah. Tapi, kehidupan sosial kaum wanita berubah 180 derajat setelah
Islam menaungi jazirah Arab. Wanita begitu dimuliakan dan dijaga hak-haknya.
Mereka tidak lagi diperjual-belikan, karena muncul aturan nikah dalam Islam
yang sangat menjaga kehormatan dan martabat wanita. Wanita tidak lagi
dipertontonkan layaknya hewan piaraan, karena muncul syariat jilbab di dalam
agama Islam. Kaum wanita (feminin) yang sudah berkeluarga tidak perlu lagi
bersusah payah mencari nafkah, karena di dalam Islam, kewajiban mencari nafkah
dibebankan kepada suami (maskulin).
Islam
tidak pernah menomor dua-kan kaum wanita. Justru Islam hadir untuk menjaga dan
melindungi kaum feminin itu. Memang ada beberapa pembatasan terhadap keseharian
kaum wanita (itu pun kalau mau disebut pembatasan), seperti wajib mentaati
suami, dilarang bepergian tanpa mahrom, dan wajib berjilbab. Akan tetapi itu
semua ada untuk kebaikan kaum wanita sendiri. “Taat kepada suami,” itu
masih ada lanjutannya, selama perintah suami dalam hal kebaikan. “Larangan
bepergian tanpa mahrom,” itu untuk keamanan si wanita dari tangan-tangan jahil
di luar sana. “Wajib berjilbab,” itu supaya kaum wanita tidak dijadikan
makhluk komoditi oleh manusia-manusia berhati iblis. Singkatnya, pembatasan
terhadap keseharian kaum wanita di dalam syariat Islam, bukan bermaksud
mendiskriminasi mereka, tapi demi kebaikan dan kemuliaan kaum wanita.
Pernah
suatu ketika salah seorang sahabat, Aus bin Sa’idah Al-Anshory mendatangi baginda
Nabi saw dan berkata : “Ya Rasulallah, sesungguhnya saya memiliki anak
perempuan, dan saya mendoakan kematian atasnya.” Mendengar hal itu, Nabi
pun bersabda : “Janganlah engkau mendoakan kematian atasnya, karena sesungguhnya
keberkahan itu terletak pada anak-anak perempuan, mereka adalah penghias di saat
bahagia, penawar di saat tertimpa musibah, dan perawat di kala susah. Jiwa
mereka di dunia, dan rizkinya berada dalam tanggungan Allah.”
Nabi
saw juga bersabda : “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap
isterinya.” (HR. Tirmidzi)
Ada
satu potongan kisah menarik dari baginda Nabi. Suatu ketika baginda Nabi saw
melakukan sebuah perjalanan bersama isteri-isterinya. Beliau dibantu oleh
seorang pemandu yang bernama Anjasyah untuk menuntun kendaraan
isteri-isterinya. Setelah lama berjalan beliau mendapati si pemandu terlalu
cepat dalam menuntun kendaraan yang dinaiki oleh isteri-isterinya. Melihat hal
itu, beliau bersabda kepada si pemandu, “Celaka kamu wahai Anjasyah!
Pelankan panduanmu terhadap gelas-gelas ini, berlaku lembutlah kepadanya.” (HR.
Ahmad)
Islam begitu adil dalam pembagian
tugas yang menyangkut hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan. Islam
tidak memihak sepenuhnya terhadap kaum pria, dan tidak juga mengabaikan hak-hak
kaum wanita. Defferensiasi hak dan kewajiban antara laki-laki dan wanita dalam
syariah Islam sangatlah proporsional dan adil. Sangat sesuai dengan perangkat
yang dimiliki masing-masing. Kaum pria yang bersifat maskulin dan kuat
fisiknya, mendapatkan beban kewajiban menafkahi keluarganya. Sedangkan wanita
yang bersifat feminin, penuh empati, lembut, dan kasih sayang, mendapatkan
tugas sebagai pendidik anak dan motivator untuk sang suami. Laki-laki yang
bersifat rasionalis mendapatkan tugas untuk memimpin rumah tangga, sedangkan
wanita yang lebih bersifat teliti dan penuh perasaan bertugas menjadi
pendamping dan penasihat suami.
Perbedaan fisik dan psikis antara
laki-laki dan perempuan bukan untuk saling menjatuhkan, tapi saling menguatkan.
Nabi Adam yang diciptakan lebih dahulu bukan berarti dia yang paling utama,
sedangkan ibunda Hawa yang diciptakan belakangan untuk menemani nabi Adam bukan
berarti segalanya. Wallahu A’lam.
by Muhammad Labieb Ridho Habiburrahman
by Muhammad Labieb Ridho Habiburrahman
0 comments